JAKARTA / Pemukajaya, – Untuk mewujudkan kemakmuran rakyat sesuai cita-cita bangsa, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mewacanakan konsep 4P, yaitu Public, Private, People, Partnership. Yaitu keterlibatan secara bersama, negara, swasta, dan rakyat dalam sebuah kerja bersama.
Dalam hal ini, posisi rakyat tak bisa diabaikan. Rakyat harus menjadi syarat mutlak investasi strategis di daerah.
Wacana tersebut disampaikan LaNyalla secara virtual dalam Dialog Publik Nasional Dies Natalis Juris Polis Institute (JPI) ke-1 di Jakarta, Minggu (20/3/2022) siang.
Hadir dalam dialog bertema ‘Rekonseptualisasi Arah Pembangunan Nasional dalam Mewujudkan Cita-cita Bangsa’ itu Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, Dewan Penasehat JPI, Ibnu Sina Chandranegara, Founder Integrity Lawfirm, Denny Indrayana, Direktur Eksekutif Kolegium JPI, Ahmad Redy, Sekjen Mahutama, Aulia Khasanofa, Para pengurus JPI dan peserta dialog.
“Dalam konsep 4P, rakyat harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, atau sumber daya alam di daerahnya. Sehingga keterlibatan rakyat mutlak menjadi persyaratan sebuah investasi sektor strategis,” papar Senator asal Jawa Timur itu.
Ditambahkannya, konsep keterlibatan People dalam Public, Private, People, Partnership berbeda dengan CSR Perusahaan yang diberikan kepada masyarakat sekitar. “CSR itu kan sekedar sedekah saja, atau maah penyuapan kepada msyarakat sekitar,” timpalnya.
Karena konsep 4P yang dimaksud lebih mendasar lagi, yakni ruang sekaligus akses rakyat untuk menjadi bagian dari pengelolaan sumber daya alam di daerah, sehingga benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.
“Kalau rakyat tidak diberi akses dan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya, yang terjadi adalah sumber daya alam dikuras habis oleh pihak swasta atau perorangan,” tegasnya.
Komsep tersebut sesuai dengan pemikiran para pendiri bangsa yang termaktub di Pasal 33 Ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945. Karena di dalam Bab Penjelasan di UUD Naskah Asli tertulis dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘Pereknomian Disusun Atas Usaha Bersama Atas Dasar Kekeluargaan’ adalah ekonomi dari semua untuk semua.
“Kata yang dipakai adalah kata ‘disusun’, bukan ‘tersusun’. Karena disusun dengan tersusun sangat berbeda. Disusun artinya didesain dengan beleid aturan dan regulasi yang direncanakan dengan jelas. Berbeda dengan kata tersusun, yang berarti dibiarkan tersusun dengan sendirinya, atau dengan kata lain diserahkan ke mekanisme pasar,” jelasnya
Begitu pula dengan kalimat “…usaha bersama..” yang artinya simbiosis mutualisme yang sangat berbeda dengan sektor privat atau swasta yang didominasi dengan prinsip self-interest dan penumpukan keuntungan.
“Sedangkan kalimat “…dikuasai negara…” bermakna negara hadir dengan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” papar dia lagi.
Oleh karena itu, esensi dari prinsip dalam Pasal 33 UUD 1945 harus kembali ditegakkan oleh bangsa ini. Pertama adalah prinsip sistem ekonomi atas dasar kekeluargaan. Kedua, prinsip demokrasi ekonomi dan yang ketiga adalah prinsip bahwa cabang-cabang ekonomi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup rakyat banyak dikuasai negara harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Dimana idealnya ekonomi Indonesia disusun dan dijalankan oleh tiga entitas yang saling mendukung dan menjaga. Yakni Koperasi atau Usaha Rakyat, BUMN atau BUMD dan BUMDes, dan Swasta murni, baik nasional maupun asing,” katanya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh berada di tangan orang-seorang atau perorangan. Sedangkan Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Dan konsep konsep 4P, yaitu Public, Private, People, Partnership adalah jalan keluar yang mutlak kita jalankan jika ingin Indonesia mencapai cita-cita para pendiri bangsa, yang muaranya adalah Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” tukasnya.
Apalagi, imbuhnya, konsep penguasaan negara terhadap sumber daya alam didasarkan kepada kedaulatan negara. Karena kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi negara untuk secara bebas melakukan kegiatan sesuai kepentingannya, selama tidak melanggar kedaulatan negara lain.
“Dan norma hukum internasional sangat menghormati kedaulatan wilayah sebuah negara, termasuk kepentingan nasional sebuah negara yang berdaulat. Sehingga tidak boleh kita mengikuti atau tunduk pada arahan-arahan masyarakat internasional, yang menabrak kepentingan nasional kita sebagai negara yang berdaulat,” pungkasnya. (*)